faktor faktor yang mempengaruhi iman

FaktorEksternal Perusak Iman. Iman seorang mukmin bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Ada beberapa hal yang bisa merusak iman seseorang, baik menyebabkan berkurang atau bahkan membatalkan iman. Selain faktor internal yang berasal dari dalam diri manusia sendiri, ada faktor eksternal yang berasal dari luar yang bisa merusak keimanan seseorang. MakalahFaktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan. Oleh: Ibrahim Lubis, M.Pd.I. BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis batasan-batasan kesehatan masyarakat mulai dengan batasan yang sangat sempit sampai batasan yang luas seperti yang kita anut saat ini dapat diringkas sebagai berikut. Batasan yang paling tua, dikatakan bahwa kesehatan masyarakat Ghozali Imam.2011. Ekonomika Teori. Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS 17.Semarang : Universitas Diponegoro Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi Fianancial Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.ASSET: Jurnal Akuntansi dan Pendidikan (1)1:89-99 . Author: ismail - [2010] Created Date: FAKTORFAKROR YANG MEMPENGARUHI SISTEM PENDIDIKAN. 05.59 Unknown. Sebagai suatu sistem, pendidikan Islam berada di tengah berbagai sistem yang ada dalam kehidupan manusia. Sistem tersebut mempengaruhi kualitas keberhasilan pendidikan Islam yang secara faktual tidak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan itu sendiri karena pendidikan itu Haltersebut sejalan dengan visi Pemerintah Propinsi Jawa Barat yaitu "Jawa Barat Dengan Iman dan Taqwa sebagai Propinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010". Selain itu juga akan dianalisis dampak pemekaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jabar sehingga didapatkan rekomendasi Neue Leute Kennenlernen Frankfurt Am Main. MATERI V KOKOH DAN GOYAHNYA IMAN Materi ke 5 adalah, Faktor yang Mempengaruhi Kokoh dan Goyahnya Iman Keyakinan/Iman kepada Tuhan dalam diri seseorang bersifat nisbi/berubah-ubah/tidak tetap, ada yang bertambah kokoh dan kadang berkurang menjadi lemah. Kuat dan lemahnya iman seseorang dipengaruhi oleh banyak factor, baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun yang datang dari luar diri sendiri. Bila kita mengetahui iman dapat bertambah dan berkurang maka mengenal sebab-sebab bertambah dan berkurangnya iman memiliki manfaat dan menjadi sangat penting sekali. Sudah sepantasnya seorang muslim mengenal kemudian menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, agar bertambah sempurna dan kuat imannya. Juga untuk menjauhkan diri dari lawannya yang menjadi sebab berkurangnya iman sehingga dapat menjaga diri dan selamat didunia dan akherat. Syeikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa seorang hamba yang mendapatkan taufiq dari Allah Ta’ala selalu berusaha melakukan dua perkara 1. Merealisasikan iman dan cabang-cabangnya serta menerapkannya baik secara ilmu dan amal secara bersama-sama. 2. Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya dari fitnah-fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi, mengobati kekurangan dari awal dan mengobati yang seterusnya dengan taubat nasuha serta mengetahui satu perkara sebelum hilang sebab bertambah dan berkurangnya iman. Mewujudkan iman dan mengokohkannya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab bertambahnya iman dan melaksanakannya. Sedangkan berusaha menolak semua yang menghapus dan menentangnya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab berkurangnya iman dan berhati-hati dari terjerumus di dalamnya. 34 Keluarga sering juga di sebut sebagai lingkungan primer karena merupakan tempat bagi anak untuk mengalami pembinaan iman yang pertama. Oleh sebab itu peran keluarga sangat penting dan mendasar bagi perkembangan iman anak. Jika dalam keluarga diselenggarakan pembinaan iman yang kondusif dan relevan serta signifikan maka iman anak akan terbentuk sampai ia dewasa. Sebaliknya jika dalam lingkungan primer gagal memberikan pembinaan iman yang layak, maka kemungkinan dalam tahap sekunder juga akan gagal. b. Gereja Menurut Mardiatmadja 1985 15 kata Gereja berasal dari bahasa Portugis Igreja yang berakar dari Bahasa latin Ecclesia. Kata-kata ini merupakan terjemahan dari Bahasa Hibrani Qahal, yang berarti pertemuan. Kata ini seringkali digunakan untuk menyebut pertemuan dalam rangka perayaan kepada Yahwe yang disebut Qahal Yahwe. Istilah ini juga bermakna sebagai pertemuan meriah umat Allah. Sementara dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah kerk yang serumpun dengan kirche dalam bahasa Jerman. Kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani riake yang berarti milik Tuhan. Dalam bahasa Indonesia istilah Gereja mengandung kedua arti tersebut dan digunakan untuk menyebut paguyuban umat beriman. Katekismus Gereja Katolik menguraikan makna Gereja sebagai Berikut Gereja itu dalam Kristus bagaikan Sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Tujuan utama Gereja ialah menjadi sakramen persatuan manusia dengan Allah secara mendalam. Oleh karena persatuan di antara manusia berakar dalam persatuan dengan Allah, maka Gereja adalah juga sakramen persatuan umat manusia. Di dalam Gereja kesatuan ini sudah mulai, karena ia mengumpulkan manusia-manusia dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa. Serentak pula Gereja adalah tanda dan sarana untuk terwujudnya secara penuh kesatuan yang masih dinantikan KGK, art. 775. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Dari uraian ini Gereja dapat dipahami sebagai persatuan antara manusia dengan Allah dan sesama. Melalui Gereja manusia menjalin hubungan personal yang mendalam dengan Allah. Tetapi istilah Gereja bukan hanya mengacu pada urusan rohani semata, Gereja juga merupakan persatuan antara umat manusia. Kedua dimensi ini tidak dapat dihayati secara terpisah, artinya persatuan dengan Allah harus tampak dalam persatuan dengan manusia. Persatuan yang dimaksud bukanlah persatuan yang seringkali dibatasi oleh perbedaan-perbedaan. Namun persatuan dalam hal ini adalah persatuan yang universal tanpa membedakan suku, ras dan bahasa. Dalam konteks inilah Gereja memiliki pengaruh terhadap perkembangan iman seseorang. Karena Gereja sebagai paguyuban umat beriman adalah wadah untuk memperkembangkan iman. Melalui komunitas umat beriman ini berbagai ajaran dan tradisi iman diwariskan. Maka keterlibatan dalam berbagai kegiatan Gereja akan mempengaruhi perkembangan iman seseorang Mardiatmadja, 1985 23-26. c. Sekolah Sekolah pada umumnya adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Sekolah menjadi tempat untuk belajar berbagai macam disiplin ilmu mulai dari membaca, berhitung, menulis, hingga nilai-nilai moral. Melalui sistem dan manajemen yang cukup kompleks sekolah bertujuan untuk mencerdaskan dan membentuk pribadi seseorang menjadi lebih dewasa Papo, 1990 13. Dalam kultur masyarakat yang semakin jauh dari penghargaan nilai-nilai kemanusian dan moral, sekolah menjadi tempat yang strategis dalam membentuk, 36 melatih, dan mengembangkan semangat kewarganegaraan dalam siri anak didik melalui penanaman nilai-nilai moral. Sekolah menjadi wahana bagi aktualisasi pendidikan nilai. Di dalam sekolah siswa-siswi diharapkan belajar mengaktualisasikan nilai-nilai yang telah mereka terima secara langsung Doni, 2007 224-225. Uraian ini menegaskan bahwa sekolah bukan hanya mencerdaskan seseorang dalam bidang kognitif tetapi hal-hal yang bersifat rohani juga menjadi perhatian utama. Sekolah dipandang memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pribadi menjadi cerdas dan beriman. Hal ini juga senada dengan pandangan Konsili Vatikan II dalam dokumennya tentang pendidikan yakni, Gravissimum Educationis Di antara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberikan penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka macam watak dan perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu, sekolah bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia GE, art. 5 Uraian artikel dokumen ini menegaskan kembali pentingnya sebuah sekolah guna perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan dengan fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia juga diajarkan. Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung jawab para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 Melalui peran strategisnya ini sekolah juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan iman seseorang. Karena melalui sekolah diajarkan berbagai macam ajaran yang telah tersusun secara sistematis guna memperkembangkan hidup beriman seseorang. Keadaan dan iklim belajar di sekolah misalnya, ketersediaan guru, sarana dan prasarana menjadi penunjang dalam proses perkembangan iman mereka yang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut Doni, 2007 225. d. Lingkungan Masyarakat Kehidupan masyarakat sekitar memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat yang terdiri dari orang yang tidak terpelajar dan memiliki kebiasaan tidak baik akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap pribadi anggota masyarakat lainnya, terlebih anak-anak dan kaum muda. Mereka akan tertarik untuk mengikuti dan berbuat seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Misalnya seseorang yang tinggal di lingkungan perokok, kemungkinan besar ia akan menjadi perokok Slameto, 2013 71. Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan seseorang, termasuk perkembangan iman. Melalui lingkungan karakter dan kepribadian akan perlahan terbentuk sesuai dengan keadaan lingkungan. Hal ini juga berlaku terhadap perkembangan iman seseorang. Jika lingkungannya terdiri dari orang-orang yang tidak peduli terhadap perkembangan iman, maka kecenderungan untuk melakukan hal yang sama sangat besar. Oleh para ahli pemahaman ini disebut sebagai paham konvergensi yakni, pemahaman yang menganggap bahwa perkembangan ditentukan oleh lingkungan Suryabrata, 1982 11. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 D. Tantangan Perkembangan Iman Perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang teknologi memberi dampak yang cukup signifikan terhadap peradaban manusia. Perubahan ini sering kali disebut modernisasi atau globalisasi. Iswarahadi 2013 46 mengungkapkan kembali pandangan Arthur yang menyatakan bahwa “globalisasi adalah keseluruhan proses baik bidang industri, ekonomi, teknologi, maupun ilmu pengetahuan”. Globalisasi “merobohkan” batas-batas regional suku, agama, bangsa yang membendung pengaruh dari luar. Di jaman ini informasi sangat berlimpah dan aksesnya terbuka lebar. Perkembangan ini memang patut disyukuri, tetapi di lain pihak perkembangan ini justru membawa dampak yang negatif. Media jaman ini lebih cepat mengubah hidup manusia dari pada agama. Masyarakat begitu mudah terbius oleh media, dan menganggap agama tidak cocok lagi untuk dijadikan dasar hidup jaman ini, karena tidak mampu menawarkan solusi yang instan Iswarahadi, 2013 48. Mangunhardjana 1997 5 mengatakan bahwa melalui berbagai alat media massa, radio, televisi, surat kabar, majalah dan internet berbagai macam peristiwa di belahan dunia dengan cepat diketahui banyak orang sehingga berbagai pemikiran, penemuan dan ideologi secara langsung maupun tidak langsung menyebar ke seluruh penjuru dunia. Peristiwa globalisasi inilah yang memicu munculnya berbagai macam ideologi baru. Ideologi-ideologi baru ini sering kali bertentangan dengan prinsip beriman. Berikut adalah ideologi-ideologi yang muncul akibat globalisasi dan menjadi tantangan dalam memperkembangkan iman di jaman ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 1. Pragmatisme Menurut Mangunharjana 1997 189 istilah pragmatis berakar pada bahasa Yunani pragmatikos dalam bahasa Latin menjadi pragmaticus. Secara harafiah pragmatikos adalah keahlian dalam urusan hukum, perkara negara dan dagang. Istilah ini dalam bahasa Inggris menjadi kata pragmatic yang artinya berkaitan dengan hal- hal praktis. Pragmatisme dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap masalah hidup apa adanya dan secara praktis di mana hasilnya dapat langsung dimanfaatkan. Pragmatisme berpendapat bahwa pengetahuan dicari bukan sekedar untuk diketahui, tetapi untuk mengerti masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih memprioritaskan tindakan daripada pengetahuan dan ajaran. Menurut kaum pragmatis otak berfungsi untuk membimbing perilaku manusia. Pemikiran, teori dan gagasan merupakan alat perencanaan untuk bertindak. Kebenaran segala sesuatu dibuktikan melalui tindakan atau realisasi. Jika tidak dapat dilaksanakan maka tidak dapat dipandang sebagai kebenaran. Kaum pragmatis beranggapan bahwa yang baik adalah yang dapat dilaksanakan dan dipraktikkan serta mendatangkan dampak positif bagi kehidupan. Karena itu baik buruk perilaku dan cara hidup ditinjau dari segi praktis, dampak yang terlihat serta manfaat bagi yang bersangkutan. Pandangan ini pada dasarnya sangat positif dan mampu membawa perubahan yang nyata dalam masyarakat. Karena menekankan korelasi antara perkataan dan perbuatan, sehingga perilaku munafik dalam masyarakat dapat dihindari. Akan tetapi, pragmatisme juga mengandung kelemahan-kelemahan yang sangat mendasar. Paham pragmatisme cenderung mempersempit kebenaran menjadi terbatas pada kebenaran yang dapat dipraktikkan. 40 Berdasarkan hal ini pragmatisme menolak kebenaran-kebenaran yang tidak secara langsung dapat dipraktikkan. Pandangan pragmatisme cenderung mengarah pada pendangkalan akan makna hidup, karena segala sesuatu dinilai berdasarkan nilai praktisnya. Pemikiran dan permenungan yang mendalam bukan menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan, sehingga makna hidup semakin direduksi dan terkikis. Sebagai akibat dari paham ini orang tidak percaya akan kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama. Terlebih dalam hal iman yang seringkali berkaitan dengan hal-hal abstrak dan sulit untuk dilaksanakan misalnya, kesetiaan suami terhadap istrinya, meskipun istrinya sering kali menghianati janji perkawinan mereka. 2. Individualisme Menurut Mangunhardjana 1997 107 individualisme berasal dari bahasa latin individuus, dalam kata sifatnya menjadi indiviualis yang berarti pribadi’ atau bersifat perorangan’. Menurut paham individualisme pribadi memiliki kedudukan utama dan kepentingan pribadi merupakan urusan yang paling tinggi. Individualisme beranggapan bahwa dasar kehidupan etis adalah pribadi perorangan bukan kelompok. Norma yang menjadi acuan adalah kepentingan pribadi sehingga pengambilan keputusan akan berdasar pada selera pribadi, bukan pada nilai yang berlaku dan disepakati dalam masyarakat. Seseorang yang menganut paham individualisme akan bertindak berdasarkan dorongan sesaat insting. Jika dorongan tersebut terasa nyaman, maka tindakannya tersebut dianggap benar, dan sebaliknya jika dorongan tersebut terasa tidak nyaman dengan sendirinya ia akan menilai tindakan tersebut jahat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 3. Konsumerisme Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan secara sadar dan berkelanjutan. Perilaku ini menjadikan manusia sebagai pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan sangat sulit dihilangkan. Sifat konsumtif seseorang terus mengejar pemenuhan keinginannya, sehingga kebutuhan yang paling mendasar cenderung dilupakan. Konsumerisme akan menjadikan Tuhan sebagai sarana untuk memperoleh produk tertentu sehingga kebesaran Tuhan akan ditentukan dari kesanggupan-Nya memenuhi kebutuhan materi Mangunhardjana, 1997 120. 4. Hedonisme Hedonisme berasal dari bahasa Yunani hendone yang berarti kenikmatan. Hedonisme beranggapan bahwa nilai hidup tertinggi dan tujuan utama serta terakhir hidup manusia adalah kenikmatan. Hedonisme sering kali berhenti pada pencarian kenikmatan sensual, indriawi yang dapat dirasakan secara lebih cepat dan dekat. Oleh karena itu hedonisme sangat erat kaitannya dengan konsumerisme. Secara umum hedonisme dapat dipahami sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Prinsip ini sangat bertolak belakang dengan hidup beriman yang mengajarkan untuk saling berbagi dan rela berkorban untuk orang lain Mangunhardjana, 1997 90. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 E. Penghayatan dan Perwujudan Iman Banawiratma 1986 119-122 menyatakan bahwa iman bersifat otonom. Iman Kristiani sebagai jawaban dan penyerahan diri terhadap Allah disebut otonom, karena menyangkut seluruh hidup manusia. Otonomi yang dimaksud adalah hubungan yang berlandaskan kebebasan. Kendati merupakan kebebasan, bukan berarti dalam iman kita bisa memilih seperti halnya memilih barang duniawi. Dalam iman manusia berhadapan dengan Allah, nilai yang paling tinggi. Maka kebebasan akan terwujud jika ada jawaban yang bebas dari pihak manusia. Tanpa tanggung jawab dari pihak manusia, iman hanya akan menjadi angan-angan atau khayalan semata. Relasi akan terjalin jika manusia memberikan jawaban dari hati atas gema sapaan Allah. Bentuk jawaban manusia terhadap sapaan inilah yang disebut sebagai penghayatan dan perwujudan iman. Ungkapan iman adalah tindakan-tindakan yang secara eksplisit berhubungan dengan iman misalnya, doa-doa dan kewajiban religius lainnya. Sedangkan perwujudan iman adalah tindakan-tindakan yang tidak secara langsung berhubungan dengan iman, seperti menjalin relasi dengan umat agama lain, belajar dengan tekun, dll. Banawiratma 1986 120 mendefinisikan penghayatan iman sebagai heils-ethos etos keselamatan dan perwujudan iman sebagai welt-ethos etos duniawi. Etos keselamatan adalah perbuatan religius yang diatur oleh hukum-hukum agama. Sedangkan etos duniawi adalah perbuatan-perbuatan yang diarahkan oleh aturan-aturan akal sehat dan pertimbangan moral manusia. Penghayatan dan perwujudan iman terlaksana dalam lima tugas Gereja seperti yang digambarkan oleh Lukas dalam kehidupan jemaat perdana Kis 242-47. Pertama, mereka bertekun dalam pengajaran para rasul kerygma, kedua mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa liturgia, ketiga semua orang 43 yang telah dibaptis tersebut tetap menjadi satu koinonia, keempat, selalu ada dari mereka yang menjual hartanya untuk keperluan bersama diakonia, dan kelima, apa yang mereka lakukan disukai banyak orang martyria. Berdasarkan uraian ini maka penghayatan iman dan perwujudan iman bagi mahasiswa dapat dibedakan berdasarkan kegiatannya sebagai berikut 1. Pengahayatan iman a. Liturgi Liturgia Liturgi adalah perayaan iman umat. Dalam hal ini iman berarti dihayati melalui kegiatan-kegiatan liturgis yang dilakukan secara konsisten. Bentuk nyata penghayatan iman dalam bidang ini adalah kebiasaan berdoa secara pribadi dan doa bersama. Doa tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan. Doa berarti mengarahkan hati kepada Tuhan. Oleh sebab itu berdoa tidak membutuhkan banyak kata-kata, tidak terikat waktu dan tempat tertentu serta tidak menuntut gerak-gerik yang khusus KWI, 2012 393. Dalam liturgi yang utama bukanlah sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah karya Kristus sang Imam Agung serta Tubuh-Nya, yakni Gereja. Oleh karena itu liturgi bukan hanya kegiatan suci yang sangat istimewa, tetapi juga sebagai wahana utama untuk menghantar Gereja ke dalam persatuan dengan Kristus SC, art. 7. Penghayatan iman dalam bidang liturgi dapat dilihat dari partisipasi aktif dalam perayaan-perayaan sakramen misalnya, mengikuti misa pada hari minggu dan misa harian, kegiatan doa di lingkungan, menerima sakramen tobat serta doa-doa pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Related PapersThis research has two objectives First, to determine differences in student existential belief between students coming from high school and Madrasah Aliyah. Second, to determine differences in student existential belief according to educational level of parents of students. The hypothesis of this study First, there is no differences in student existential belief between students coming from high school General and Madrasah Aliyah MA. Second, there is no differences in student existential belief overview on parent education students are low, medium and high. The respondent in this study is students of PGRA class 2013/2014 and 2014/2015 totaling 126 students. Data collection tools that are used include belief scale questionnaires adapted from C. Asri Budiningsih, Parent Education Level questionnaires, and documents. comparison test results using analysis of variance ANOVA two lanes obtained the values of F 0,034 for the first hypothesis, and the value of F for the second hypothesis. based on the results of statistical tests can be concluded first, there is no difference in existential belief between students from high school SMA / SMK and Madrasah Aliyah MA. Secondly, there is no difference in the existential belief that the student has a parent father with a higher education level, medium and study has two objectives first, to determine differences in moral reasoning of students from Madrasah Aliyah and high school. Second, to determine differences in moral reasoning of students in terms of educational level of the parents of students. The research hypotheses were proposed first, there was no difference in moral reasoning of students among students from Madrasah Aliyah MA and General high school. Secondly, there is no difference in moral reasoning of students of education of parents of students were low, medium and high. Respondents in this study were students of class PGRA 2013/2014 with 45 students. Data collection tools used include questionnaire scale Kohlberg, Parent Education Level questionnaire, and documents. From the results of a comparative test by using analysis of variance ANOVA two paths obtained F value to hipoesis first, and F value 0,037 for the second hypothesis. With the statistical result can be concluded first, there is no difference between the moral reasoning of students from Madrasah Aliyah MA and public schools SMA / SMK. Secondly, there was no difference in moral reasoning of students who have parents father with a higher education level, medium and merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan, dimana aspek yang menjadi subjek sekaligus objek yang penting dalam hal ini adalah peserta didik. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup akademik namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan agama. Setiap peserta didik bersifat khas dan unik karena setiap peserta didik berbeda-beda. Dalam pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu pengetahuan akan perkembangan-perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana aspek-aspek perkembangan peserta didik cukup banyak seperti perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan moral, perkembangan spiritual atau kesadaran beragama dal lain sebagainya. Setiap aspek-aspek tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya untuk membantu dalam memahami cara belajar dan tentunya sikap maupun tingkah laku peserta didik. Selain itu, aspek pembelajaran yang diberikan kepada para peserta didik juga berupa pendidikan moral dan spirituall untuk membentuk pribadi-pribadi yang sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa Indonesia."Abstract The aim of this research was to find out 1 the category of worship performing autonomy 2 the difference of worship performing autonomy based on gender and previous school of student; 3 the correlation between age and the degree of worship performing autonomy The data are collected using questionnaire were involved 100 SMA UII student. The mutli stage sampling that is quota stratified proportional random sampling was used as the sampling technique. Desciptif statistic, T test, product moment correlation from Pearson and Two ways the analaysis of variance are used as the data analysis technique through SPSS for windows program The result of the several analysis towards the data yields several conclusions 1 most of the SMA UII student were in businessman category of worship performing; 2 there is no difference autonomy of worship performing student based on gender and previous school of SMA UII student; 3 there is no correlation of worship performing between ages and the degree of worship performing category Keywords Autonomy, Worship Performing, Religion Education" Iman itu bisa naik dan juga bisa turun. Apa saja yang menyebabkan fluktuasi keimanan? Simak pembahasannya di artikel bertambahnya keimananPertamaKeduaKetigaKeempatSebab-sebab berkurangnya keimananPertamaKeduaKetigaKeempatSebab-sebab bertambahnya keimananDi antara hal-hal yang akan menumbuhsuburkan keimanan dan membuat batangnya kokoh serta menyebabkan tunas-tunasnya bersemi adalah PertamaMengenali nama-nama dan sifat-sifat Allah, karena apabila pengetahuan hamba terhadap Tuhannya semakin dalam dan berhasil membuahkan berbagai konsekuensi yang diharapkan maka pastilah keimanan, rasa cinta dan pengagungan dirinya kepada Allah juga akan semakin meningkat dan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun ayat syar’iyah. Karena apabila seorang hamba terus menerus memperhatikan dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah beserta kemahakuasaan-Nya dan hikmah-Nya yang sangat elok itu maka tidak syak lagi niscaya keimanan dan keyakinannya akan semakin bertambah berbuat ketaatan demi mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Karena sesungguhnya pasang surut keimanan itu juga tergantung pada kebaikan, jenis dan jumlah amalan. Apabila suatu amal memiliki nilai lebih baik di sisi Allah maka peningkatan iman yang dihasilkan darinya juga akan semakin besar. Sedangkan standar kebaikan amal itu diukur dengan keikhlasan dan konsistensi untuk mengikuti tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa dilihat dari sisi jenis amalan, maka amal itu terbagi menjadi amal yang wajib dan amal sunnah. Sedangkan amal wajib tentu lebih utama daripada amal sunnah apabil ditinjau dari jenisnya. Begitu pula ada sebagian amal ketaatan lebih ditekankan daripada amal yang lainnya. Sehingga apabila suatu ketaatan termasuk jenis ketaatan yang lebih utama maka niscaya pertambahan iman yang diperoleh darinya juga semakin pula iman akan mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah/kuantitas amalan. Karena amal itu adalah bagian dari iman maka bertambahnya amal tentu saja akan berakibat bertambahnya kemaksiatan karena merasa takut kepada Allah azza wa jalla. Apabila keinginan dan faktor pendukung untuk melakukan suatu perbuatan atau ucapan maksiat semakin kuat pada diri seseorang maka meninggalkannya ketika itu akan memiliki dampak yang sangat besar dalam memperkuat dan meningkatkan kualitas iman di dalam dirinya. Karena kemampuannya untuk meninggalkan maksiat itu menunjukkan kekuatan iman serta ketegaran hatinya untuk tetap mengedepankan apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya daripada keinginan hawa nafsunya. disadur dari Fathu Rabbil Bariyah, hal. 104-105Sebab-sebab berkurangnya keimananDi antara sebab-sebab yang bisa menyebabkan keimanan seorang hamba menjadi turun dan surut atau bahkan menjadi hilang dan lenyap adalah sebagai berikut PertamaBodoh tentang Allah ta’ala, tidak mengenal nama-nama dan sifat-sifat-NyaKeduaLalai dan memalingkan diri dari rambu-rambu agama, tidak memperhatikan ayat-ayat Allah dan hukum-hukum-Nya, baik yang bersifat kauni maupun syar’i. Sesungguhnya kelalaian dan sikap tidak mau tahu semacam itu pasti akan membuat hati menjadi sakit atau bahkan mati karena belitan syubhat dan jeratan syahwat yang merasuki hati dan sekujur atau mengutarakan ucapan maksiat. Oleh karena itulah iman akan turun, melemah dan surut sebanding dengan tingkatan maksiat, jenisnya, kondisi hati orang yang melakukannya serta kekuatan faktor pendorongnya. Iman akan banyak sekali berkurang dan menjadi sangat lemah apabila seorang hamba terjerumus dalam dosa besar, jauh lebih parah dan lebih mengenaskan daripada apabila dia terjerembab dalam dosa keimanan karena kejahatan membunuh tentu lebih besar daripada akibat mengambil harta orang. Sebagaimana iman akan lebih banyak berkurang dan lebih lemah karena dua buah maksiat daripada akibat melakukan satu maksiat. Demikianlah apabila seorang hamba yang bermaksiat menyimpan perasaan meremehkan atau menyepelekan dosa di dalam hatinya serta diiringi rasa takut kepada Allah yang sangat minim maka tentu saja pengurangan dan keruntuhan iman yang ditimbulkan juga semakin besar dan semakin berbahaya apabila dibandingkan dengan maksiat yang dilakukan oleh orang yang masih menyimpan rasa takut kepada Allah tetapi tidak mampu menguasai diri untuk tidak melakukan apabila dilihat dari sisi kekuatan faktor pendorong yang dimiliki orang maka penyusutan iman yang terjadipun berbeda. Apabila suatu maksiat terjadi pada diri orang yang faktor pendorongnya semakin lemah atau semakin kecil maka penurunan iman yang ditimbulkannya juga akan semakin besar, semakin parah dan lebih tercela daripada orang yang bermaksiat tapi memang padanya terdapat faktor pendorong yang lebih kuat dan lebih sebab itulah orang miskin yang sombong dan orang tua bangka yang berzina dosanya lebih besar daripada dosa orang kaya yang sombong dan perbuatan zina seorang yang masih muda. Hal itu sebagaimana dikisahkan di dalam hadits, “Ada tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah dan tidak akan diperhatikan oleh-Nya pada hari kiamat.” Dan di antara mereka itu adalah orang tua beruban yang berzina dan orang miskin yang ketaatan, baik berupa keyakinan, ucapan maupun amalan fisik. Sebab iman akan semakin banyak berkurang apabila ketaatan yang ditinggalkan juga semakin nilai suatu ketaatan semakin penting dan semakin prinsip maka meninggalkannya pun akan mengakibatkan penyusutan dan keruntuhan iman yang semakin besar dan mengerikan. Bahkan terkadang dengan meninggalkannya bisa membuat pelakunya kehilangan iman secara total, sebagaimana orang yang meninggalkan shalat sama diperhatikan pula bahwa meninggalkan ketaatan itu terbagi menjadi ada yang menyebabkan hukuman atau siksa yaitu apabila yang ditinggalkan adalah berupa kewajiban dan tidak ada alasan yang hak untuk sesuatu yang tidak akan mendatangkan hukuman dan siksa karena meninggalkannya, seperti meninggalkan kewajiban karena udzur syar’i berdasarkan ketentuan agama atau hissi berdasarkan sebab yang terindera, atau tidak melakukan amal yang hukumnya mustahab/ untuk orang yang meninggalkan kewajiban karena udzur syar’i atau hissi adalah perempuan yang tidak shalat karena contoh orang yang meninggalkan amal mustahab/sunnah adalah orang yang tidak mengerjakan shalat Dhuha disadur dari Fathu Rabbil Bariyah, hal. 105-106Baca juga Mengenal Dasar-dasar Keimanan—Penulis Abu Mushlih Ari WahyudiArtikel

faktor faktor yang mempengaruhi iman